Tuesday 3 September 2013

faktor-faktor yang mempengaruhi nilai rupiah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah

Seiring dengan semakin parahnya krisis keuangan global, banyak ekonom yang cenderung pesimis dengan kondisi perekonomian dunia dalam 2 tahun kedepan. Menteri Keuangan di hampir seluruh negara sedang giat melakukan program stimulus guna menyelamatkan perekonomian domestik masing-masing negara. Dalam hal ini paket dan besaran stimulus berbeda di tiap negara tergantung dari tingkat keparahan krisis.

Membuka kembali sejarah krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998, salah satu penyebab utama krisis adalah nilai tukar Rupiah yang turun sangat dalam. Kondisi serupa sedang terjadi belakangan ini, walaupun dalam magnitude yang lebih kecil dibandingkan keadaan tahun 1998. Ekonom A. Tony Prasetiantono di Kompas (Senin 16-02-09) mengulas beberapa faktor-faktor penyebab tren melemahnya nilai tukar rupiah. Diantara lima faktor yang dibahas, terdapat tiga faktor yang dapat dikatakan penyebab utama tren melemahnya nilai tukar Rupiah. Faktor tersebut adalah:
1. Penurunan Surplus Perdagangan.
2. Penurunan Arus Modal Masuk.
3. Penurunan Suku Bunga BI.


Penurunan Surplus Perdagangan
Dengan melemahnya perekonomian dunia, permintaan barang dari Indonesia secara logika akan menurun. Menkeu Sri Mulyani dalam rapat dengan DPR mengatakan bahwa Ekspor Indonesia bulan Januari turun menjadi 5.5% dari sekitar 12% (YoY). Tren penurunan ini telah terjadi sejak Desember 2008 dan diprediksi akan terus mengalami penurunan selama kondisi perekonomian global belum membaik. Berikut data Ekspor-Impor dari BPS pada bulan Desember.


Walaupun secara keseluruhan kinerja ekspor dalam tahun 2008 mengalami peningkatan dari tahun 2007, namun pada akhir tahun 2008 tren penurunan kinerja ekspor mulai terlihat. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel diatas, persentase perubahan ekspor dari November 2008 ke Desember 2008 mengalami penurunan di seluruh komoditi terutama pada Komoditi Hasil Minyak sebesar -58.19%. Sedangkan pada Komoditi Non Migas penurunan ekspor terjadi sebesar -8.84%. Penurunan kinerja ekspor tersebut berdampak pada menurunnya permintaan akan Rupiah. Sehingga apabila kinerja ekspor tidak membaik, maka nilai tukar Rupiah diprediksi akan terus mengalami pelemahan. Chain effect yang secara logis dapat terjadi selain melemahnya Rupiah adalah meningkatnya pengangguran. Hal ini dikarenakan banyak produsen atau pabrik yang mengalami over production sebagai akibat dari penurunan permintaan dari abroad.

Poin penting yang dapat didiskusikan adalah menurunnya kinerja ekspor juga mengakibatkan penurunan permintaan akan USD. Sehingga seharusnya penurunan kinerja ekspor tidak berdampak signifikan pada melemahnya Rupiah. Namun demikian hal ini baru dapat dikonfirmasi apabila ada hasil regresi pada data terkait.

Penurunan Arus Modal MasukKrisis perekonomian global mengakibatkan aliran dana pada emerging markets seperti Indonesia mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan investor mencari tempat yang aman untuk memarkir dana, sehingga negara dengan tingkat resiko tinggi seperti Indonesia mulai ditinggalkan. Fakta yang terjadi kemudian adalah investor tetap memarkir dananya di US treasury bonds walaupun yield-nya negatif. Fenomena ini disebut flight to quality. Berikut data balance of Payment Indonesia yang dirilis oleh BI.

BOP ( Juta USD)
Penurunan Suku Bunga BI
Faktor terakhir yang menyebabkan Rupiah tidak kunjung menguat adalah penurunan Suku Bunga BI menjadi 8.25 persen. Penurunan tersebut dapat dikatakan membuat arus modal asing semakin menjauh, sehingga tekanan pada permintaan akan Rupiah meningkat. Beberapa referensi mengatakan bahwa kondisi yang menyebabkan penurunan tersebut adalah deflasi yang terjadi akibat penurunan harga BBM. Dalam hal ini BI berani menurunkan suku bunga karena laju inflasi lebih rendah dari yang diperkirakan. Sehingga dapat dikatakan penurunan tersebut merupakan upaya BI untuk meningkatkan likuiditas di pasar, sehingga sektor riil masih dapat bergerak walaupun arus modal asing banyak yang keluar. Namun demikian apakah kekuatan modal domestik mampu menopang jalannya perekonomian? Implikasi kebijakan ini pada perekonomian baru dapat dilihat dalam beberapa bulan kedepan.